MAKALAH EPTIK
Diajukan untuk memenuhi mata kuliah Etika Profesi Teknologi Informasi dan Komunikasi Program Diploma Tiga (D.III)
NAMA
NIM
Fany setiowati
11131044
Restu
Prasetya N
11132616
Tya
Apriliani 11130589
Elis
Holisoh
11130330
Mega 11131129
Tantina
Vistiani
Pujawati 11131341
Retno 11131129
Evi
Ratna N 11130035
Jurusan Komputerisasi Akuntansi
Akademi Manajemen Informatika dan Komputer "BSI
Karawang"
Karawang
2016
KATA
PENGANTAR
Alhamdulillahi Rabbil
Alamin, puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya itulah sehingga penulis dapat menyusun makalah “ Cyber Crime
(Carding) ”. Kami ucapkan terima kasih
kepada :
1.
Bapak Dadang Yusuf selaku Dosen
Pengajar Mata Kuliah EPTIK
2.
Ibu Surtika Ayumida selaku
Dosen pembimbing kelas 11.6B.15
3.
Rekan – rekan kelas 11.6B.15
Yang
telah membimbing dan memberikan masukan kepada kita, sehingga makalah EPTIK
dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa
terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, untuk itu penulis mengharapkan
saran-saran yang berharga untuk lebih meningkatkan kualitas pembuatan makalah
selanjutnya. Dan mudah - mudahan dengan adanya makalah ini dapat membantu pembaca
dan penulis sendiri dalam memahami materi di dalamnya.
Semoga Allah senantiasa menambahkan pengetahuan kita demi
kebahagiaan dunia dan akhirat. Amin.
Karawang, 18 April 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................ i
DAFTAR ISI......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang.................................................................................... 1
1.2.
Maksud dan Tujuan............................................................................. 2
BAB II LANDASAN
TEORI
2.1. Definisi Cyber crime ....................................................................... 3
2.2. Sejarah Cyber
crime.......................................................................
4
2.2.1. Karakter Cyber crime.......................................................
5
2.3. Jenis - jenis Cyber crime................................................................. 5
2.3.1. Berdasarkan motif..............................................................
5
2.3.2. Berdasarkan sasaran..........................................................
6
2.3.3. Berdasarkan aktivitas.........................................................
6
2.4 Penyebab Terjadinya Cyber
crime.................................................... 9
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Carding............................................................................
10
3.2. Pihak - pihak yng terkait dalam Carding.............................................
11
3.3. Modus Operandi................................................................................
12
3.4. Contoh - contoh Kasus Carding........................................................
13
3.5.
Dampak dari Carding........................................................................ 17
3.6.
Penanggulangan Kejahatan Carding................................................... 17
3.7.
Antisipasi Carding............................................................................. 20
3.8. UU yang mengatur Carding............................................................... 23
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan ....................................................................................... 25
4.2. Saran ................................................................................................ 25
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Perkembangan Internet
dan teknologi sistim informasi yang sangat pesat mempengaruhi secara
langsung kebutuhan pokok akan informasi dalam kehidupan manusia saat ini.
Karena informasi yang didapat secara cepat, tepat dan akurat memainkan peranan
sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia, seperti penetuan sebuah
kebijaksanaan, sebagai alat bantu dalam proses pengambilan keputusan atau
bahkan sebagai trend atau gaya hidup manusia modern.
Saat ini semakin banyak
kalangan bisnis, organisasi, perkantoran, pendidikan dan militer hingga
individu yang menjadi sangat ketergantungan dengan fenomena zaman informasi
ini. Sehingga muncullah istilah yang sering dikenal dengan sebutan abad
informasi.
Tak pelak Internet
telah menciptakan dunia baru dengan segala kemudahan dan kenikmatannya, yaitu
dunia maya atau cyber space yang merupakan sebuah dunia komunikasi berbasis
komputer yang menawarkan realitas yang baru berbentuk virtual (dunia maya atau
tidak nyata).
Namun kenikmatan serta
kemudahan yang ditawarkan abad informasi tersebut sekaligus mengundang
terjadinya tindakan kejahatan atau kriminalitas di dunia maya (Cyber Crime)
oleh para pelaku yang ingin mengambil kesempatan dan keuntungan dalam dunia
maya tersebut.
Sehubungan dengan hal
tersebut, maka kami mencoba membahas ruang lingkup yang kecil dalam pembuatan
tugas paper di blog ini yaitu tentang Cyber crime (Carding)
1.2.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud dari penulisan paper di blog
ini adalah:
1.
Melatih mahasiswa/i untuk lebih aktif
dalam pencarian bahan–bahan materi EPTIK.
2.
Menambah wawasan tentang Cyber crime
khususnya kejahatan Carding.
3. Sebagai masukkan kepada mahasiswa/i agar
menggunakan ilmu yang didapatnya untuk kepentingan yang positif.
Sedangkan tujuan penulisan paper ini
adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi TIK. Sebagai
pengganti Ujian Akhir Semester ( UAS ) semester 6 (enam) jurusan Komputerisasi
Akuntansi BSI Cikampek.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Definisi
Cyber Crime
Menurut Andi Hamzah
(1989) dalam bukunya “Aspek–aspek pidana di bidang Komputer”. Mengartikan cybercrime
sebagai kejahatan di bidang komputer secara umum dapat diartikan sebagai
pengguna komputer secara ilegal, menurut Girasa (2002) cybercrime
sebagai aksi kejahatan yang menggunakan teknologi komputer sebagai komponen
utama, sedangkan Tavani (2000) memberikan devinisi cybercrime yang lebih
menarik, yaitu kejahatan dimana tindakan kriminal hanya bisa dilakukan dengan menggunakan
teknologi cyber dan terjadi didunia cyber. Menurut Polri
dalam hal ini unit cybercrime menggunakan parameter berdasarkan dokumen kongres
PBB tentang The Prevention of Crime and the Treatment of Offlenderes di
Havana, Cuba pada tahun 1999 dan di Wina, Austria tahun 2000, menyebutkan ada 2
istilah yang dikenal:
1.
Cyber Crime
(dalam arti sempit) disebut kejahatan komputer terkait setiap prilaku ilegal
diarahkan cara operasi elektronik yang menargetkan keamanan dari sistem
komputer dan data yang diproses oleh mereka.
2.
Cyber Crime (dalam
arti luas) disebut kejahatan komputer terkait setiap prilaku ilegal yang
dilakukan dengan cara penawaran sistem komputer atau sistem jaringan termasuk
kejahatan seperti kepemilikan ilegal, menawarkan atau mendistribusikan
informasi dengan cara sistem komputer atau jaringan.
Sehingga pengertian
tentang cybercrime sebenarnya dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok aspek
yaitu cyberspace (dunia maya) dan criminality (kriminal),
sementara para pelakunya disebut dengan cyber criminals. Para hackers
dan crackers seringkali dikaitkan dengan kegiatan cyber criminals,
karena seringkali kegiatan yang mereka lakukan didunia maya (internet)
dapat menteror serta menimbulkan kerugian yang besar terhadap korban yang
menjadi targetnya, mirip seperti layaknya aksi terorisme. Keduanya
mengekploitasi dunia maya (internet) untuk kepentingan masing–masing.
Jadi dari beberapa pengertian di atas, Cyber Crime dirumuskan sebagai
perbuatan melawan hukum yang dilakukan dengan memakai jaringan komputer sebagai
sarana/alat atau komputer objek, baik untuk memperoleh keuntungan ataupun tidak,
dengan merugikan pihak lain.
2.2. Sejarah Cyber Crime
Beberapa sejarah mengenai Cyber
Crime, diantaranya:
1.
1820: Cyber crime pertama kali
Pada 1820, Joseph-Marie Jacquard,
seorang manufaktur tekstil di prancis, menghasilkan alat tenun. Perangkat
ini memungkinkan pengulangan dari serangkaian langkah-langkah dalam menenun
kain khusus. Hal ini mengakibatkan rasa takut di antara karyawan Jacquard bahwa
pekerjaan dan mata pencaharian tradisional sedang terancam. Mereka melakukan
aksi sabotase untuk mencegah lebih lanjut Jacquard dari penggunaan teknologi baru.
Ini adalah kejahatan Cyber pertama yang tercatat.
2.
1978: First SPAM: Gary Thuerk, Digital
Equipment Corp.marketing executive.
3.
1980: RooKit: gaining root (admin) in
Unix.
4.
1982: ELK Cloner Virus (Floppy Disk).
5.
1983: Group Milwaukee hackers (the
414’s) masuk dalam sistem komputer Los Alamos Laboratories dan Manhattan’s
Memorial Sloan-Ketternig Cancer Center.(penangkapan oleh FBI).
6.
1988, Robert T.Morris, Jr Master –
Cornell University, anak dari ilmuwan NSA (National Security
Agency)-sekarang Prof di MIT, membuat virus di ARPANET yang dapat
mereplikasi diri, kerugian mencapai 10-100 juta dolar.
7.
1989, Joseph Papp. Membuat Trojan dalam
database AIDS.
8.
1996, Phising diperkenalkan alt.2600.hacker
newsgroup.
9.
1998, NSA identifiles Man-in-the-middle
Attack.
10. 1999,
Penyerangan besar–besaran Judi on-line, Bank, dll.
11. 2000,
Denial of Service (DoS) Attack–MafiaBoy (CA).
12. 2003,
SoBig Worm memanfaatkan BotNet untuk DdoS.
13. 2006/2007,
Hackers masuk ke dalam sistem broker besar US. Dan lain–lain.
2.2.1.
Karakteristik Cyber crime
Karakter Cyber crimes,
diantaranya:
1.
Perbuatan yang dilakukan secara ilegal,
tanpa hak atau tidak etis tersebut terjadi diruang /wilayah maya (cyber
space), sehingga tidak dapat dipastikan yurisdiksi hukum negara mana yang
berlaku terhadapnya.
2.
Perbuatan tersebut dilakukan dengan
menggunakan peralatan apapun yang terhubung dengan internet.
3. Perbuatan tersebut mengakibatkan
kerugian material maupun immaterial (waktu, nilai, jasa, harga diri, martabat, kerahasiaan
informasi) yang cenderung lebih besar dibandingkan kejahatan konvensional.
4.
Pelaku adalah orang yang menguasai
penggunaan internet beserta aplikasinya.
5.
Perbuatan tersebut seringkali dilakukan
secara transional/melintasi batas negara.
2.3. Jenis
– jenis Cyber Crime
2.3.1.
Berdasarkan Motif
1. Cybercrime
sebagai tindakan kejahatan murni.
Dimana orang
yang melakukan kejahatan yang dilakukan secara di sengaja, dimana orang
tersebut secara sengaja dan terencana untuk melakukan pengrusakkan, pencurian,
tindakan anarkis, terhadap suatu system informasi atau system computer.contoh: Carding.
2. Cybercrime
sebagai tindakan kejahatan abu-abu .
Dimana kejahatan ini tidak jelas
antara kejahatan criminal atau bukan karena dia melakukan pembobolan tetapi
tidak merusak, mencuri atau melakukan perbuatan anarkis terhadap system
informasi atau system computer tersebut. contoh: Probing atau Port
Scanning.
2.3.2. Berdasarkan
Sasaran
1. Cybercrime
yang menyerang individu (Againts Person)
Kejahatan yang dilakukan terhadap
orang lain dengan motif dendam atau iseng yang bertujuan untuk merusak
nama baik, mencoba ataupun mempermaikan seseorang untuk mendapatkan kepuasan
pribadi. Contoh : Pornografi, cyberstalking, dll.
2. Cybercrime
yang menyerang hak cipta /Hak milik (Againts Property)
Kejahatan yang dilakukan terhadap
hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, mengubah yang
bertujuan untuk kepentingan pribadi/umum ataupun demi materi/nonmateri. Contoh:
Carding,data forgery.
3. Cybercrime
yang menyerang pemerintah (Againts Goverment)
Kejahatan yang dilakukan dengan
pemerintah sebagai objek dengan motif melakukan terror, membajak ataupun
merusak keamanan suatu pemerintahan yang bertujuan untuk mengacaukan system
pemerintahan, atau menghancurkan suatu Negara.
2.3.3. Berdasarkan
Aktivitas
1. Unauthorized
Access to Computer System and Service
Kejahatan yang dilakukan dengan
memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,
tanpa izin atau tanpa sepengetahuan dari pemilik system jaringan
komputer yang dimasukinya. Biasanya pelaku kejahatan (hacker)
melakukannya dengan maksud sabotase ataupun pencurian informasi penting dan
rahasia. Namun begitu, ada juga yang melakukan hanya karena merasa tertantang
untuk mencoba keahliannya menembus suatu sistem yang memiliki tingkat proteksi
tinggi. Kejahatan ini semakin marak dengan berkembangnya teknologi internet /intranet.
2. Illegal
Contents
Merupakan kejahatan dengan
memasukkan data atau informasi ke internet tentang sesuatu hal yang tidak
benar, tidak etis, dan dapat dianggap melanggar hukum atau ketertiban umum.
Sebagai contohnya adalah pemuatan suatu berita bohong atau fitnah yang akan
menghancurkan martabat atau harga diri pihak lain, hal-hal yang berhubungan
dengan pornografi atau pemuatan suatu informasi yang merupakan rahasia negara,
agitasi dan propaganda untuk melawan pemerintahan yang sah, dan sebagainya.
3. Data
Forgery
Merupakan kejahatan dengan
memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless
document melalui internet. Kejahatan ini biasanya ditujukan pada
dokumen-dokumen e-commerce dengan membuat seolah-olah terjadi
“salah ketik” yang pada akhirnya akan menguntungkan pelaku.
4. Cyber
Espionage
Merupakan kejahatan yang
memanfaatkan jaringan internet untuk melakukan kegiatan mata-mata terhadap
pihak lain, dengan memasuki sistem jaringan komputer (computer network
system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan
bisnis yang dokumen ataupun data-data pentingnya tersimpan dalam suatu system
yang computerized.
5. Cyber
Sabotage and Extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan
membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program
komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung dengan internet. Biasanya
kejahatan ini dilakukan dengan menyusupkan suatu logic bomb, virus komputer
ataupun suatu program tertentu, sehingga data, program komputer atau sistem
jaringan komputer tidak dapat digunakan, tidak berjalan sebagaimana mestinya,
atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Dalam beberapa kasus
setelah hal tersebut terjadi, maka pelaku kejahatan tersebut menawarkan diri
kepada korban untuk memperbaiki data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang telah disabotase tersebut, tentunya dengan bayaran tertentu.
Kejahatan ini sering disebut sebagai cyberterrorism.
6. Offense
against Intellectual Property
Kejahatan ini ditujukan terhadap Hak atas
Kekayaan Intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh
adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik orang lain secara
ilegal, penyiaran suatu informasi di internet yang ternyata merupakan rahasia
dagang orang lain, dan sebagainya.
7. Infringements
of Privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap
informasi seseorang yang merupakan hal yang sangat pribadi dan rahasia.
Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap keterangan pribadi seseorang yang
tersimpan pada formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,yang
apabila diketahui oleh orang lain maka dapat merugikan korban secara materil
maupun immateril, seperti nomor kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau
penyakit tersembunyi dan sebagainya.
8. Cracking
Kejahatan dengan menggunakan teknologi computer yang dilakukan untuk merusak
system keamaanan suatu system computer dan biasanya melakukan pencurian,
tindakan anarkis begitu merekan mendapatkan akses. Biasanya kita sering salah
menafsirkan antara seorang hacker dan cracker dimana hacker
sendiri identetik dengan perbuatan negative, padahal hacker adalah orang
yang senang memprogram dan percaya bahwa informasi adalah sesuatu hal yang
sangat berharga dan ada yang bersifat dapat dipublikasikan dan rahasia.
9. Carding
Adalah kejahatan dengan menggunakan teknologi komputer untuk melakukan
transaksi dengan menggunakan card credit orang lain sehingga dapat merugikan
orang tersebut baik materil maupun non materil.
10. hijacking
Adalah kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Yang paling
sering terjadi adalah Software Piracy (pembajakan perangkat lunak).
2.1.4.
Penyebab terjadinya Cyber Crime
Ada dua faktor penyebabnya, yaitu:
1. Segi
teknis
Adanya teknologi internet
menghilangkan batas wilayah negara yang menjadikan dunia ini menjadi begitu
dekat dan sempit. Saling terhubungnya antar jaringan yang satu dengan jaringan
yang lain memudahkan pelaku kejahatan untuk melakukan aksinya. Tidak meratanya
penyebaran teknologi menjadikan yang satu lebih kuat daripada yang lain.
2. Segi
sosial Ekonomi
Adanya Cyber crime merupakan
produk ekonomi. Isu global yang kemudian dihubungkan dengan kejahatan tersebut
adalah keamanan jaringan (security network). Sebagai komoditi ekonomi,
banyak negara yang tentunya sangat membutuhkan perangkat keamanan jaringan. Cyber
crime berada dalam sekenario besar dari kegiatan ekonomi dunia.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengertian Carding
Carding adalah
berbelanja menggunakan nomor dan identitas kartu kredit orang lain, yang
diperoleh secara ilegal, biasanya dengan mencuri data di internet. Sebutan
pelakunya adalah Carder. Sebutan lain
untuk kejahatan jenis ini adalah cyberfroud
alias penipuan di dunia maya. Menurut riset Clear
Commerce Inc, perusahaan teknologi informasi yang berbasis di Texas–AS,
Indonesia memiliki carder terbanyak kedua di dunia setelah Ukrania. Sebanyak 20
persen transaksi melalui internet dari Indonesia adalah hasil carding. Akibatnya, banyak situs belanja
online yang memblokir IP atau
internet protocol (alamat komputer internet) asal Indonesia. Kalau kita belanja
online, formulir pembelian online shop tidak mencantumkan nama
negara Indonesia. Artinya konsumen Indonesia tidak diperbolehkan belanja di
situs itu.
Menurut pengamatan ICT Watch,
lembaga yang mengamati dunia internet di Indonesia, para carder kini beroperasi semakin jauh, dengan melakukan penipuan
melalui ruang-ruang chatting di mIRC.
Caranya para carder menawarkan barang-barang seolah-olah hasil carding-nya
dengan harga murah di channel. Misalnya, laptop dijual seharga Rp 1.000.000.
Setelah ada yang berminat, carder
meminta pembeli mengirim uang ke rekeningnya. Uang didapat, tapi barang tak
pernah dikirimkan.
Kejahatan carding mempunyai dua
ruang lingkup, nasional dan transnasional. Secara nasional adalah pelaku carding melakukannya dalam lingkup satu
negara. Transnasional adalah pelaku carding
melakukkannya melewati batas negara. Berdasarkan karakteristik perbedaan
tersebut untuk penegakan hukumnya tidak bisa dilakukan secara tradisional,
sebaiknya dilakukan dengan menggunakan hukum tersendiri.
Sifat carding secara umum adalah non-violence
kekacauan yang ditimbulkan tidak terlihat secara langsung, tapi dampak
yang di timbulkan bisa sangat besar. Karena carding
merupakan salah satu dari kejahatan cybercrime
berdasarkan aktivitasnya. Salah satu contohnya dapat menggunakan no rekening
orang lain untuk belanja secara online
demi memperkaya diri sendiri. Yang sebelumnya tentu pelaku (carder) sudah mencuri no rekening dari
korban.
3.2.
Pihak-Pihak Yang Terkait Dalam Carding
1.
Carder
Carder adalah
pelaku dari carding, Carder menggunakan e-mail, banner atau pop-up window untuk menipu netter ke suatu situs web palsu, dimana netter diminta untuk memberikan
informasi pribadinya. Teknik umum yang sering digunakan oleh para carder dalam aksi pencurian adalah
membuat situs atau e-mail palsu atau disebut juga phising dengan tujuan memperoleh informasi nasabah seperti nomor
rekening, PIN (Personal Identification Number), atau password. Pelaku kemudian melakukan
konfigurasi PIN atau password setelah memperoleh informasi dari nasabah,
sehingga dapat mengambil dana dari nasabah tersebut.
Target carder
yaitu pengguna layanan internet banking
atau situs-situs iklan, jejaring sosial, online
shopping dan sejenisnya yang ceroboh dan tidak teliti dalam melakukan transaksi
secara online melalui situs internet.
Carder mengirimkan sejumlah email ke
target sasaran dengan tujuan untuk meng up-date atau mengubah user ID dan PIN nasabah melalui
internet. E-mail tersebut terlihat seperti dikirim dari pihak resmi, sehingga
nasabah seringkali tidak menyadari kalau sebenarnya sedang ditipu.
Pelaku carding
mempergunakan fasilitas internet dalam mengembangkan teknologi informasi
tersebut dengan tujuan yaitu menimbulkan rusaknya lalulintas dunia maya (cyberspace) demi terwujudnya tujuan
tertentu antara lain keuntungan pelaku dengan merugikan orang lain disamping
yang membuat, atau pun menerima informasi tersebut.
2.
Netter
Netter adalah
pengguna internet, dalam hal ini adalah penerima email (nasabah sebuah bank)
yang dikirimkan oleh para carder.
3.
Cracker
Cracker adalah
sebutan untuk orang yang mencari kelemahan sistem dan memasukinya untuk
kepentingan pribadi dan mencari keuntungan dari sistem yang dimasuki seperti
pencurian data, penghapusan, penipuan, dan banyak yang lainnya.
4.
Bank
Bank adalah badan hukum yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk
kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak. Bank juga merupakan pihak yang menerbitkan kartu kredit/debit,
dan sebagai pihak penyelenggara mengenai transaksi online, ecommerce, internet banking, dan lain-lain.
3.3.
Modus Operandi (Tahapan Aksi Kejahatan Carder)
Ada beberapa tahapan yang umumnya
dilakukan para carder dalam melakukan aksi
kejahatannya:
1.
Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan
dengan berbagai cara antara lain: phising (membuat situs palsu seperti
dalam kasus situs klik bca), hacking, sniffing, keylogging, worm, chatting dengan
merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi
informasi antara carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan
nomor-nomor kartu kredit buat carding dan lain-lain yang pada intinya adalah
untuk memperolah nomor kartu kredit.
2.
Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti Ebay, Amazon untuk
kemudian carder mencoba-coba nomor yang
dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya
mencukupi.
3.
Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah-olah carder adalah pemilik asli dari kartu
tersebut.
4.
Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana
kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di
bawah 10 %, namun menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat
keenam dunia dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga
akhirnya Indonesia di-blacklist oleh banyak situs-situs online sebagai
negara tujuan pengiriman. Oleh karena itu, para carder asal
Indonesia yang banyak tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya
menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di
negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan.
5.
Pengambilan barang oleh carder.
3.4.
Contoh Kasus dari Kejahatan Carding
Kasus 1 : “Kartu Kredit Polisi Mabes Kena Sikat”
Reporter : Ni Ketut Susrini detik.com – Jakarta.
Jakarta memang tak pandang bulu,
terlebih kejahatan di internet. Di dunia maya ini, Polisi dari Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pun kebobolan kartu kredit. Brigjen
Pol Gorries Mere, yang saat ini menyandang jabatan Direktur IV Narkoba Badan
Reserse dan Kriminal Mabes Polri, dikabarkan menjadi korban kasus carding.
Sampai berita ini diturunkan, Gorries Mere tidak berhasil duhubungi untuk
dimintai konfirmasinya.
Ketika di konfirmasi ke Setiadi,
Penyidik di Unit Cybercrime Mabes
Polri, pihaknya membenarkan hal itu. “Memang ada laporan kalau pak Gorries Mere
menjadi korban carding. Tapi saya belum lihat detaillaporannya di email saya”,
kata Setiadi kepada detikcom, Minggu ( 27/3/2005).
Menurut Setiadi, kejadiannya
berlangsung melalui warung internet di Semarang, Jawa Tengah. Dan kasus ini
menceritakan lebih lengkap dengan alasan untuk melindungi informasi yang akan
digunakan dalam penyidikan. Selain itu, Setiadi mengaku bahwa pihaknya masih
harus mengonfirmasikan hal tersebut dengan penyidik dan Poltabes Semarang.
Keterangan dari sumber yang dekat dengan Mabes Polri mengatakan, kartu kredit
Gorries Mere di perkirakan telah digunakan sebanyak Rp. 10 juta.
Kejahatan carding bermodus memanfaatkan kartu kredit orang lain untuk
berbelanja di internet, korbannya memang bisa siapa saja, selama memiliki dan
menggunakan kartu kredit. Apa yang dialami Gorries Mere membuktikan bahwa
seorang aparat keamanan sekalipun, tidak bisa berkelit dari hal ini. Selama
ini, kejahatan carding memang telah merajalela di Indonesia. Hal ini malah
mengantar Indonesia sebagai salah satu negara dengan kasus carding terbanyak di
dunia.
Tidak hanya sampai disitu, perusahaan
pembayaran online internasional,
Palpal, bahkan tidak menerima segala macam kartu kredit asal Indonesia untuk
bertransaksi di internet. Meski kondisinya sudah sedemikian parah, tidak ada
kasus carding yang berhasil diseret ke pengadilan. Tidak hanya itu,
undang-undang untuk menindak hal ini pun tidak kunjung diresmikan. Rancangan
Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sudah berumur 4 tahun
dari sejak dirumuskan. Namun begitu, nasibnya masih belum jelas. Kondisi ini
disesalkan banyak pihak karena diyakini akan menghalangi langkah Indonesia
untuk masuk keperaturan e-commerce
dunia.
Kasus2: “Karyawan Starbucks Tebet Bajak Ratusan Kartu
Kredit”
Pada
Juli 2010, Direktorat Reserse Kriminal Khusus menangkap karyawan kafe Starbucks
Tebet Jakarta Selatan, DDB, 26 tahun yang terbukti melakukan pembajakan kartu
kredit para pelanggannya. Pelaku mengumpulkan data kartu kredit dari konsumen
tempatnya bekerja dengan cara struk diprint ulang dan dicatat kode
verifikasinya. Dari situ pelaku berhasil menguasai ratusan data kartukredit. Data
kartu kredit selanjutnya digunakan untuk membayar transaksi pembelian alat
elektronik Ipod Nano dan Ipod Touch secara online di Apple Online Store
Singapura hingga lebih dari 50 kali. Tersangka dijerat pasal 362 KUHP tentang
penipuan dan atau pasal 378 KUHP tentang pencurian serta UU no. 11 tahun 2008
tentang ITE dengan ancaman penjara diatas lima tahun. (sumber:http://www.tempo.co/read/news/2010/07/19/064264510/KaryawanStarbucks-Tebet-Bajak-Ratusan-Kartu-Kredit).
Kasus 3: “Kejahatan kartu kredit yang dilakukan lewat transaksi online di
Yogyakarta”.
Kasus terbaru kejahatan Carding
terjadi pada Maret 2013 yang lalu. Sejumlah data nasabah kartu kredit maupun
debit dari berbagai bank dicuri saat bertransaksi di gerai The Body Shop
Indonesia. Sumber Tempo mengatakan, data curian tersebut digunakan untuk
membuat kartu duplikat yang ditransaksikan di Meksiko dan Amerika Serikat. Data
yang dicuri berasal dari berbagai bank, di antaranya Bank Mandiri dan Bank BCA.
Menurut Direktur Micro and Retail Banking Bank Mandiri, Budi Gunadi Sadikin,
pihaknya menemukan puluhan nasabah kartu kredit dan debit yang datanya dicuri.
Adapun transaksi yang dilakukan dengan data curian ini ditaksir hingga ratusan juta
rupiah. Kejahatan kartu kredit terendus saat Bank Mandiri menemukan adanya
transaksi mencurigakan. "Kartu yang biasa digunakan di Indonesia tiba-tiba
dipakai untuk bertransaksi di Meksiko dan Amerika, "kata Budi”. Setelah
dilakukan pengecekan terhadap nasabah, ternyata kartu-kartu itu tidak pernah digunakan
disana.
(sumber:http://www.tempo.co/read/news/2013/03/19/087467917/Data-Kartu-Kredit-Ini-Dicuri-untuk-Belanja-di-AS)
Kasus 4:
Surat
Pembaca Korban Carding
Surat Pembaca Citibank
Nasabah Korban Carding,
Citibank Lepas Tangan
Selasa, 8 November 2011 | 14:59 WIB
Saya adalah pemegang kartu Citi garuda dgn nomor
5520-4220-xxxx-xxxx. Setahun lalu saya mendapati bahwa kartu saya dipakai untuk
transaksi online pembelian antivirus
tanggal 26 April 2010. Dikarenakan bukan saya yang melakukan transaksi tersebut
saya telepon ke CS Citibank bahwa saya curiga kartu saya merupakan korban carding dan minta segera dikirimkan
kartu pengganti yang baru.
Pada saat itu Citibank segera
merespon dengan baik dan segera mengirimkan kartu pengganti. Namun apa yang
terjadi sekarang? Berdasarkan bukti sepihak dari merchant, Citibank menagihkan kembali transaksi tanggal 26 April
2010 tersebut. Berdasarkan bukti yang dikirimkan, saya sudah melakukan
sanggahan beberapa kali, namun pihak Citibank dengan arogan berkata bahwa
memang saya yang melakukan transaksi mencurigakan tersebut.
Sanggahan saya adalah sebagai berikut:
1.
Alamat email, rumah dan kantor yang salah, Citibank memiliki database alamat
kantor, rumah bahkan alamat email saya, dari tahun 2008 dan saya selalu
melaporkan secara rutin ke Citibank
kalau ada perubahan alamat. Namun berdasarkan invoice yang dikirimkan Citibank, jelas tertera bahwa semuanya
salah, bahkan nama pemilik kartupun salah.
2.
Sangat disayangkan tidak adanya konfirmasi dari
Citibank kepada saya secara langsung (via
telepon) pada saat transaksi terjadi. Citibank berargumen bahwa itu adalah
transaksi normal maka tidak diperlukan konfirmasi. Sebagai catatan saya pernah
bertransaksi pembelian tiket pesawat via
kartu kredit bank lain dan oleh bank yang bersangkutan langsung dikonfirmasi
setelah selesai transaksi. Apakah Citibank menganggap bahwa
carding adalah transaksi normal? Sebagai catatan, saya tidak pernah menunggak
semua kewajiban saya terhadap Citibank.
Citibank memiliki record pembayaran saya dari tahun 2008
sampai sekarang. Silahkan dicek kalau saya
pernah lalai terhadap kewajiban
saya. Saya sudah menegaskan ke CS Citibank bahwa saya tidak akan melunasi yang
bukan merupakan kewajiban saya dan oleh CS Citibank yang arogan dijawab
silahkan saja kalau tidak dilunas inanti akan ada konsekuensi bunga dan pihak
collector akan menagih.Ternyata bank yang arogan selalu mempunyai karyawan yang
arogan juga. Saya sudah bersabar selama 1 tahun lebih, mengingat Citibank memiliki reputasi bagus dan
tidak mungkin lalai. Ternyata saya salah, berhati - hatilah terhadap Citibank,
salah-salah bukan Anda yang melakukan tapi Anda yang harus membayar akibat
keteledoran karyawan mereka.
David
Kota Wisata UA9 no.23
Cibubur
Tanggapan Surat Pembaca
Citibank
Nasabah Korban Carding, Citibank Lepas Tangan
Kamis, 17 November 2011 | 09:41 WIB
Menanggapi surat pembaca yang
ditulis oleh Bapak David di Kompas.com pada hari Selasa, 8 Nopember 2011 –
14:59, bersama ini kami informasikan bahwa kami tidak dapat menemukan data
Bapak David berdasarkan keterbatasan informasi yang kami dapatkan di suara
pembaca tersebut.
Kami juga telah menghubungi Bapak David beberapa kali
melalui telepon rumah yang kami dapatkan dari Telkom namun belum dapat
berbicara langsung dengan Bapak.
Apabila masih ada yang ingin Bapak David sampaikan kepada kami, Bapak dapat
menghubungi Layanan 24 jam Citiphone
Banking kami di nomor (021) 252 9999 atau 69999 (melalui ponsel, tanpa kode
area dan berlaku nasional) atau melalui website kami di www.citibank.co.id
dengnn memilih menu Contact Us.
Dengan senang hati kami siap membantu Bapak.
Hotman Simbolon
Citibank
Customer Care Head
Jakarta
3.5.
Dampak dari Carding
1.
Kehilangan uang secara misterius.
2.
Pemerasan dan pengurasan Kartu kredit oleh
Carder.
3.
Keresahan orang dalam penggunaan kartu
kredit.
4.
Hilangnya rasa kepercayaan masyarakat
terhadap jasa keuangan dinegara ini.
3.6.
penanggulangan Kejahatan Carding
Meskipun dalam knyataanya untuk
penanggulangan carding sangat sulit diatasi tidak sebagaimana kasus-kasus biasa
secara konvensional tetapi untuk penanggulanganya harus tetap di
lakukan. Hal ini di maksudkan agar
ruang gerak pelaku carding dapat dipersempit, dan contohnya sebagai
berikut:
1.
IDCERT (Indonesia
Computer Emergency Response Team), salah satu cara untuk mempermudah
penanganan masalah keamanan adalah dengan membuat sebuah unit untuk melaporkan
kasus keamanan. Masalah keamanan ini di luar negeri mulai dikenali dengan
munculnya “sendmail worm” (sekitar tahun 1988) yang menghentikan sistem email
Internet kala itu. Kemudian dibentuk sebuah Computer
Emergency Response Team (CERT) Semenjak itu di negara lain mulai juga
dibentuk CERT untuk menjadi point of contact bagi orang untuk melaporkan
masalah keamanan. IDCERT merupakan CERT Indonesia.
2.
Sertifikasi perangkat security, perangkat yang digunakan untuk menanggulangi keamanan
semestinya memiliki peringkat kualitas. Perangkat yang digunakan untuk
keperluan pribadi tentunya berbeda dengan perangkat yang digunakan untuk
keperluan militer. Namun sampai saat ini belum ada institusi yang menangani
masalah evaluasi perangkat keamanan di Indonesia. Di Korea hal ini ditangani
oleh Korea Information Security Agency.
3.
Mencari kartu kredit yang masih valid, hal ini dilakukan dengan mencuri atau kerjasama dengan
orang-orang yang bekerja pada hotel atau toko-toko gede (biasanya kartu kredit
orang asing yang disikat). atau masuk ke program MIRC (chatting) pada server dalnet, kemudian ke channel #CC, #Carding, #indocarder,
#Yogyacarding,dll. nah didalamnya
kita dapat melakukan trade (istilah “tukar”) antar kartu kredit (bila kita
memiliki kartu kredit juga, tapi jika tidak punya kartu kredit, maka dapat
melakukan aktivitas “ripper” dengan
menipu salah seorang yang memiliki kartu kredit yang masih valid).
4.
Setelah berhasil mendapatkan kartu kredit, maka carder dapat mencari situs-situs yang
menjual produk-produk tertentu (biasanya di cari pada search engine). tentunya dengan mencoba terlebih dahulu (verify) kartu kredit tersebut di site-site porno (hal ini disebabkan karena
kartu kredit tersebut tidak hanya dipakai oleh carder tersebut). jika di terima, maka kartu kredit tersebut dapat
di belanjakan ke toko-toko tersebut.
5.
Cara memasukan informasi kartu kredit pada merchant
pembayaran toko adalah dengan memasukan nama panggilan (nick name), atau nama palsu dari si carder, dan alamat aslinya.
atau dengan mengisi alamat asli dan nama asli si punya kartu kredit pada form billing dan alamat si carder pada shipping adress.
Pencegahan yang dapat dilakukan terhadap kejahatan carding :
1.
Pencegahan dengan hukum
Hukum cyber
sangat identik dengan dunia maya, yaitu sesuatu yang tidak terlihat dan semu.
Hal ini akan menimbulkan kesulitan bagi para penegak hukum terkait dengan
pembuktian dan penegakan hukum atas kejahatan dunia maya. Selain itu obyek
hukum cyber adalah data
elektronik yang sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan dan dikirim ke
berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Oleh karena itu, kegiatan
siber meskipun bersifat virtual dan maya dapat dikategorikan sebagai tindakan
dan perbuatan hukum yang nyata.
Secara yuridis untuk ruang siber sudah tidak pada
tempatnya lagi untuk mengkategorikan sesuatu dengan ukuran dan kualifikasi
hukum konvensional untuk dapat dijadikan objek dan perbuatan, sebab jika cara ini
yang ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal-hal yang lolos dari jerat
hukum. Karena kegiatan ini berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya
bersifat elektronik.
Dengan demikian subjek pelakunya harus
dikualifikasikan pula sebagai orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara
nyata.
2.
Pencegahan dengan teknologi
Handphone dapat
dikatakan merupakan keamanan yang privacy
bagi penggunanya. SMS bisa dijadikan sebagai otentikasi untuk mencegah para
carding menggunakan kartu kredit ilegal. Untuk itu diperlukan suatu proses yang
dapat memberikan pembuktian bahwa dengan cara otentikasi melalui SMS maka
kejahatan carding dapat ditekan
sekecil mungkin. Otentikasi sms dilakukan dengan menggunakan tanda tangan
digital dan sertifikat.
3.
Pencegahan dengan pengamanan web security.
Penggunaan sistem keamanan web sebaiknya menggunakan
keamanan SSL. Untuk data yang disimpan kedalam database sebaiknya menggunakan
enkripsi dengan metode algoritma modern, sehingga cryptoanalysis tidak bisa mendekripsikanya.
4.
Pengamanan pribadi
Pengamanan pribadi adalah pengamanan dari sisi pemakai
kartu kredit. Pengamanan pribadi antara lain secara on-ine dan off-line:
Pengaman pribadi secara off-line:
1.
Anda harus memastikan kartu kredit yang anda miliki tersimpan
pada tempat yang aman.
2.
Jika kehilangan kartu kredit dan kartu identitas kita,
segeralah lapor ke pihak berwajib dan dan pihak bank serta segera lakukan pemblokiran
pada saat itu juga.
3.
Jangan tunggu waktu hingga anda kebobolan karena
digunakan oleh orang lain ( baik untuk belanja secara fisik maupun
secara online ).
4.
Pastikan jika Anda melakukan fotocopy kartu kredit dan kartu identitas tidak sampai digandakan
oleh petugas layanan (yang minta copy
kartu kredit anda) atau pegawai foto copy
serta tidak di catat CCV-nya. Tutup 3 digit angka terakhir CVV dengan kertas
putih sebelum kartu kredit kita di foto copy.
Hal ini untuk menghindari penyalahgunaan kartu kredit kita oleh pihak lain
dengan tidak semestinya. Perlakukan pengamanan CVV anda sama dengan pengamanan
PIN atau Password anda.
5.
Jangan asal atau sembarang menyuruh orang lain untuk
memfoto copy kartu kredit dan kartu
identitas.
6.
Waspadalah pada tempat kita berbelanja, pastikan pada
tempat belanja / tempat shopping / counter / gerai / hotel, dll yang benar–benar
jelas kredibilitas-nya.
Pengaman pribadi secara on-line:
1.
Belanja di tempat ( websites online shopping ) yang aman, jangan asal belanja tapi
tidak jelas pengelolanya atau mungkin anda baru pertama mengenalnya sehingga
kredibilitasnya masih meragukan.
2.
Pastikan pengelola Websites
Transaksi Online mengunakan SSL (Secure
Sockets Layer) yang ditandai
dengan HTTPS pada Web Login Transaksi
online yang anda gunakan untuk berbelanja.
3.
Jangan sembarangan menyimpan File Scan kartu kredit Anda sembarangan, termasuk menyimpannya di
flashdisk dan dalam email anda.
3.7.
Antipasi Carding
Ada beberapa langkah yang dapat Anda
lakukan untuk mengantisipasi tindak kejahatan carding:
1.
Jika Anda bertransaksi di toko, restoran, atau hotel
menggunakan kartu kredit pastikan Anda mengetahui bahwa kartu kredit hanya
digesek pada mesin EDC yang dapat Anda lihat secara langsung.
2.
Jika Anda melakukan transaksi belanja atau reservasi
hotel secara online, pastikan bahwa website tersebut aman dengan
dilengkapi teknologi enskripsi data (https) serta memiliki reputasi yang bagus.
Ada baiknya juga jika Anda tidak
melakukan transaksi online pada area hotspot karena
pada area tersebut rawan terjadinya intersepsi data.
3.
Jangan sekali-kali anda memberikan informasi terkait
kartu kredit anda berikut identitas anda kepada pihak manapun sekalipun hal
tersebut ditanyakan oleh pihak yang mengaku sebagai petugas bank.
4.
Simpanlah surat tagihan kartu kredit yang dikirim oleh
pihak bank setiap bulannya atau jika anda ingin membuangnya maka sebaiknya
hancurkan terlebih dahulu menggunakan alat penghancur kertas (paper shredder).
Surat tagihan memuat informasi berharga kartu kredit anda.
5.
Jika anda menerima tagihan pembayaran atas transaksi
yang tidak pernah anda lakukan maka segera laporkan kepada pihak bank penerbit
untuk dilakukan investigasi.
6.
Rahasiakan nomor kartu krdit anda. Nomor kartu kredit
merupakan hal yang sangat rahasia dan hampir sama dengan nomor PIN ATM kita.
Untuk mencegah Carding kita harus
merahasiakan nomor kartu kredit kita. Ini diperburuk dengan adanya fakta bahwa
kebanyakan tanggal kadaluarsa kartu kredit di Indonesia adalah akhir tahun, dan
ini membuat carder cukup beraksi
dengan memasukkan nomor kartu dan nomor rahasianya saja.
7.
Hindari transaksi online
menggunakan internet wireless tidak
menutup kemungkinan bahwa dibalik koneksi internet melalui wireless ada
pengguna lain yang bermaksud jahat melakukan spoofing atas packet data
yang bertebaran dengan maksud mendapat berbagai macam data rahasia yang berguna
baginya termasuk data kartu kredit anda. Dengan alasan inilah sebaiknya
transaksi online di internet jangan menggunakan wireless terutama hot spot yang bersifat gratis.
8.
Setelah melakukan transaksi selalu hapus cookies anda bagi yang belum tahu, cookies bertugas untuk menyimpan seluruh
data yang kita masukkan pada suatu situs untuk mengingat bagaimana cara
melayani kita dan dengan privilege
apa kita bisa dilayani. Intinya begini seluruh data yang kita masukkan pada
suatu situs akan diingat oleh situs tersebut dengan memanfaatkan fitus cookies. Tidak menutup kemungkinan cookies akan menyimpan data kartu kredit
yang kita masukkan di sits tersebut karena inilah selalu hapus cookies dari komputer setelah kita
selesai melakukan transaksi online
karena cookies bisa saja mempunyai
umur yang panjang di dalam komputer tersebut.
9.
Pastikan komputer aman dari keylogger. Keylogger adalah sebuah
program yang mencatat apapun yang kita ketikkan di komputer. Biasanya keylogger dipakai oleh seorang hacker (saya lebih suka menyebutnya
pencuri) untuk mendapatkan userid dan
password seseorang ketika sedang login di komputer. Pada prakteknya
karena semua yang diketikkan oleh user
tercatat di keylogger, aplikasi ini
bisa digunakan untuk mencatat nomor kartu kredit dan data rahasia lain yang
diperlukan untuk melakukan carding.
Karena hal inilah pastikan tidak ada program keylogger yang aktif/program
sejenis bila kita ingin bertransaksi online.
10.
Cek data secara berkala selalu pastikan bahwa
data bank anda aman secara berkala. Yang di maksud disini adalah pastikan tidak
ada transaksi yang tidak beralasan. Kalaupun ada kekurangan 1 rupiah, jangan
disepelekan kalau tidak ada penjelasan dari pihak bank. Bayangkan pendapatan
seorang carder bila berhasil mencuri
1 rupiah dari sekian milyar orang.
11.
Hancurkan slip transaksi ATM Slip transaksi ATM
sebaiknya selalu dihancurkan ketika selesai melakukan transaksi di ATM. Tidak
menutup kemungkinan bahwa ada pola tertentu yang dipakai sebuah bank yang
membuka pintu kemungkinan bagi para carder untuk mencari data yang mereka
perlukan guna melakukan transaksi online
atas beban rekening bank anda.
12.
Hati-hati situs palsu. Terbayang akan
kemungkinan adanya situs palsu di Internet, bayangkan kalau ternyata ada situs
lain yang mirip dengan klik BCA dan banyak nasabah BCA yang tertipu masuk ke
situs tersebut dan melakukan transaksi online.
Bisa dipastikan admin situs palsu tersebut akan panen userid dan password para
nasabah BCA yang bisa digunakan untuk kepentingan transaksi onlinenya.
3.8.
Undang –
undang yang Mengatur
Carding
Saat ini di Indonesia belum memiliki
UU khusus Cyber Law yang mengatur
mengenai Cybercrime, walaupun UU
tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam
Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime. Dalam menangani kasus carding para Penyidik (khususnya Polri)
melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada
dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU No.11 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronika (ITE), maka mau tidak mau Polri harus menggunakan
pasal-pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian, pemalsuan dan penggelapan
untuk menjerat para carder, dan ini
jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat
karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan di atas yang
terjadi secara nonfisik dan lintas
negara.
Di Indonesia, carding dikategorikan
sebagai kejahatan pencurian, yang dimana pengertian Pencurian menurut hukum
beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KHUP yaitu: “Barang siapa
mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan
maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan
pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus
rupiah”. Untuk menangani kasus carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang
dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik
orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang
diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan
transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan,
kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena
pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi. Kemudian setelah
lahirnya UU ITE, khusus kasus carding
dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah
untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder
sering melakukan hacking ke
situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus system pengaman
nya dan mencuri nomor–nomor kartu tersebut. Bunyi pasal 31 yang menerangkan
tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access:
Pasal 31 ayat 1: “Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau
penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu
komputer dan atau system elektronik secara tertentu milik orang lain”.
Pasal 31 ayat 2: “Setiap orang
dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau
transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik
dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik
orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau
penghentian informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang
ditransmisikan”.
Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi
dengan regulasi lama yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam
UU ITE. Penanggulangan kasus carding
memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan
tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan
pengamanan sistem baik software
maupun hardware, guidelines untuk
pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related
crime dan dukungan dari lembaga khusus.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Berdasarkan data yang telah dibahas
dalam paper ini, dapat ditarik kesimpulan bahwa sebenarnya
“keamanan yang hakiki” adalah merupakan sesuatu yang tidak akan pernah ada
dalam jaringan dunia maya (Internet)
atau dalam dunia cyber crimes. Karena apa
yang dianggap aman (secure) pada saat sekarang akan terbukti
menjadi tidak aman (insecure) dari ancaman cyber crimes pada masa
yang akan datang. Sehingga fenomena cyber crimes ini
akan terus menjadi sebuah kisah menarik
yang tidak akan pernah berakhir, karena ini bersifat maya dimana si pelaku
tidak tampak secara fisik dan motif kejahatannyapun ada yang berdasarkan uang
dan ada yang berdasarkan iseng.
Carding merupakan salah satu jenis
kejahatan internet (Cyber crime) yang sangat sulit untuk ditangani. Oleh
karena itu kita dituntut untuk lebih waspada dan selektif dalam melakukan
transaksi menggunakan kartu kredit.
4.2. Saran
Dengan adanya paper di blog ini
diharapkan pembaca dapat memahami kejahatan–kejahatan yang ada di duniaa maya
saat ini. Dengan pemahaman itu pembaca bisa lebih bijak dalam memanfaatkan
dunia maya (internet) tersebut agar
tidak menjadi korban kejahatan atau menjadi pelaku kejahatan itu sendiri.
Untuk memberantas tindakakan
kejahatan cyber maka di butuhkan penguasaan dalam bidang IT yang
mendukung, selain di butuhkan keahlian dalam bidang IT dibutuhkan juga sebuah
kepastian hukum khusus yang menbahas mengenai cyber crime. Saat ini
Indonesia telah memiliki Undang-Undang sendiri yang membahas tentang masalah
cyber, yaitu Undang-Undang Republik Indonesia no 11 Tahun 2008 Tentang
Internetdan Transaksi Elektronik. Namun undang undang tersebut belum di gunakan
untuk menghukum dan mengadili para pelaku tindakan kejahatan carding,
hal ini disebabkan karena belum ada sosialisasi yang baik kepada masyarakat.
Ketika kita melihat sistim hukum yang ada di negara lain seperti Amerika
Serikat dan Uni Eropa yang sudah memiliki. hukum dan undang-undang yang kusus
untuk menindak lanjuti dan menjatuhkan hukuman kepada para pelaku tindakan cyber
terutama carding maka mereka dengan mudah menjerat para pelaku tersebut
karena sudah ada kepastian hukum yang di miliki.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 2014, Modul Etika Profesi TIK,Jakarta: BSI.
Andi Hamzah, 1990, Aspek–aspek Pidana di Bidang Komputer, Sinar Grafika,
Jakarta.
Agus Raharjo, 2002, Cybercrime, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung.
Herman T.Tavani, 2000, Privacy and Internet.
http://www.bc.edu/bc_org/avp/law/st_org/iptf/commentary/content/2000041901.html
Roy J. Girasa, 2002, CyberLaw:National and
Iternational Perpectives,
http://keamananinternet.tripod.com/pengertian-definisi-cybercrime
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt50fed8ebcbd7d/langkah-langkah-agar-terhindar-kejahatan-carding
http://www1.kompas.com/suratpembaca/readtanggapan/27589
http://www.tempo.co/read/news/2010/07/19/064264510/Karyawan-Starbucks
Tebet-Bajak-Ratusan-Kartu-Kredit
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/PRODI._ILMU_KOMPUTER/196603252001121-MUNIR/Artikel_TIK/ETIKA_TIK_
(ICT)_dalam_Pendidikan.pdf
http://pjj.eepis-its.edu/file.php/1/moddata/forum/3/366/Etika_Profesi_20_20BP_
cetak_1_. pdf
http://www.ubb.ac.id/menulengkap.php?judul=DEFINISI
PENGERTIAN DAN JENISJENIS CYBERCRIME